Dari sahabat jabir bin Abdillah ra beliau mengatakan “ mesjid nabawi pada saat itu beratapkan pelepah kurma (begitu pun dengan tiang-tiang mesjid tersebut), dan Nabi saw, ketika berkhutbah selalu bersandar pada salah satu pelepah kurma tersebut. Namun semenjak dibuatkan mimbar untuk nabi, beliau selalu berkhutbah menggunkan mimbar tersebut (dan tidak menggunakan pelepah kurma itu lagi sebagai tempat khutbah nabi saw). maka kami mendengar dari pelepah kurma tersebut suara rintihan (tangisan), seperti merintihnya hewan yang sedang bunting, hingga datanglah nabi dan meletakan tangannya diatas pelepah kurma tersebut , maka diamlah ia” (HR Bukhari).

 

Pendahuluan
Saat bulan maulid tiba, umat islam diberagam belahan dunia menyambutnya dengan penuh suka cita. Cara perayaannya pun berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya. Pada saat itu pula mereka memperdengarkan perjalanan hidup sang manusia teladan, dari permulaan hidupnya hingga wafatnya yang sarat makna dan ajaran. Kesemuanya itu, diselenggarakan dengan harapan agar umat dapat bercermin dari keteladanan hidup rasulullah saw dan semakin menambah kecintaan kepadanya.


Berbicara masalah cinta kepada nabi, para sahabat adalah contoh terdepan dalam perwujudan cinta kepada nabi saw. cinta dan kasih sayang merupakan buah dari perkenalan. Dan para sahabat Rasulullah saw adalah orang yang paling mengenal dan paling mengetahui kedudukan beliau saw. hal tersebut sebagaimana tergambar dalam suatu peristiwa, sebagaimana diceritakan oleh al-imam sulaiman bin ahmad bin ayyub abu al-qasim At-thabrani didalam kitab al-mu’jam al-kabir, ketika sahabat zaid bin Ad-Datsinah ra, yang tertawan oleh kaum musyrikin dan dikeluarkan penduduk makkah dari tanah haram untuk dibunuh, salah seorang dari mereka berkata “ ya zaid, maukah posisimu sekarang digantikan oleh Muhammad untuk kami penggal lehernya, kemudian kami bebaskan dirimu dan kami kembalikan kamu pada keluargamu?”, serta merta zaid menjawab, “Demi Allah, aku sama sekali tidak rela jika Muhammad sekarang berada dirumahnya tertusuk sebuah duri dalam keadaan aku berada dirumahku beserta keluargaku!”. Didalam hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik, bahwa nabi Saw bersabda “tidaklah sempurna keimanan seseorang diantara kalian sehingga aku lebih ia cintai dibandingkan dengan orang tuanya, anaknya dan manusia secara keseluruhan”. Menurut Al-Imam Muhyiddin Abu zakariya bin yahya bin syaraf An-nawawi hadis ini menjelaskan sindiran tentang kecenderungan hati manusia yang selalu dipengaruhi oleh dua jenis nafsu, yaitu nafsu al-amarah (negative) dan nafsu al-Muthmainnah (positif), ketika seseorang lebih mencintai keluarga, anak-anaknya, maka secara tidak langsung ia tengah mengunggulkan nafsu amarahnya, namun sebaliknya ketika ia lebih mencintai Nabi Saw, maka ia lebih mengunggulkan nafsu muthmainnahnya. Didalam hadis yang lain, yang diriwayatkan oleh sahabat Abdullah bin Hisyam bahwa Umar bin khatab pernah berkata kepada Nabi saw, “engkaulah wahai rasul, yang paling aku cinta melebihi segala sesuatu pun kecuali terhadap diri saya sendiri”, Rasulullah menjawab, “demi dzat yang jiwaku berada digenggamanNya, tidaklah engkau mencintaiku sehingga aku lebih engkau cintai ketimbang dirimu sendiri.” Maka umar pun menjawab, “Demi Allah, sekarang engkaulah yang paling aku cintai ketimbang diri aku sendiri.” Rasulullah kembali menjawab, “ Baru sekarang, wahai Umar”. Menurut Al-qadhi ‘iyadh dari sebagian tanda bahwa seseorang benar-benar mencintai nabi saw adalah menjalankan sunnah-sunnahnya, membela syariatnya, dan mempunyai angan-angan ingin hidup sezaman dengan Nabi saw untuk membelanya baik dengan harta maupun mengorbankan dirinya. 
Penjelasan


Demikianlah secuil riwayat yang menggambarkan betapa besarnya kecintaan para sahabat terhadap Nabi Saw. selanjutnya, bukan hanya manusia saja yang mencintai Nabi saw, tumbuh-tumbuhan beserta benda mati pun mencintai dan merindukan Nabi saw. sebagaimana tergambar pada hadis mutawatir diatas. Didalam kajian ilmu hadis, hadis mutawatir merupakan hadis dengan derajat tertinggi ketimbang hadis shahih. Didalam hadis tersebut disebutkan, bagaimana kerinduan pelepah kurma yang biasanya digunakan oleh Nabi saw sebagai tempat berkhutbah dan menasehati para sahabat. Ketika nabi saw dibuatkan sebuah mimbar yang digunakan sebagai tempat berkhutbah, maka nabi tidak lagi menggunakan pelepah kurma itu sebagai tempat bersandarnya. Pada suatu kesempatan, Dipertengahan khutbah jum’atnya nabi saw, para sahabat mendengarkan rintihan tangisan seperti rintihan hewan yang sedang hamil, dalam riwayat yang lain seperti rintihan tangisan bayi, maka semakin keraslah suara itu, sehingga para sahabat tidak mampu memperhatikan isi khutbah Nabi saw, mereka saling menoleh satu sama lainnya, mencari dimana sumber tangisan itu. 


Rupanya, sumber tangisan tersebut berasal dari pelepah kurma yang berada beberapa meter dibelakang nabi saw, maka -sebagaimana riwayat dari sahabat anas, yang terdapat dalam kitab Shahih Ibn Hibban-rasulullah saw berhenti sejenak, lalu turun menghampiri pelepah kurma tersebut, kemudian nabi mengelus-elus pelepah kurma itu, setelah itu suara tangisan  terhenti seketika. Al-Imam hasan al-bashri tokoh senior golongan tabi’in, ketika meriwayatkan dan membacakan hadis ini selalu beruraian air mata, seraya berkata “ wahai hamba Allah, pelepah kurma pun menangis karna rasa rindunya terhadap Nabi Saw, dan kalian semua lebih berhak merasakan rasa rindu untuk berjumpa bersama nabi Saw.” pelepah kurma yang berada beberapa meter saja dari Nabi saw merasakan rasa rindu yang luar biasa besarnya, dan kita yang jauh berabad-abad dengan baginda rasulullah lebih layak merasakan rasa rindu itu. Dalam kitab sunan ad-darimi disebutkan sebuah hadis, bahwa rasulullah bersabda “kalau saja aku tidak memeluk (mengelus) pelepah kurma itu, tentunya ia akan menangis sampai hari kiamat tiba.”
Kesimpulan


Hanya cinta yang tuluslah, yang bisa melahirkan kerinduan yang luar biasa. Ketika kecintaaan seseorang terhadap Nabi Saw. melebihi rasa cintanya terhadap semua hal yang bersifat duniawi, maka Allah akan segera memberikan cinta dan keridhanNya terhadap orang tersebut, setelah itu Allah pun kembali mencurahkan Maghfirahnya.  Imam Ibnu Katsir didalam tafsirnya, mengomentari Surat Ali Imran Ayat 31 mengatkan bahwa ayat ini merupakan garis pemisah antara orang yang benar dalam pengakuannya terhadap cintanya kepada Allah -dengan melaksanakan segala ketentuan yang dicontohkan oleh Nabi saw baik dalam ucapan dan prilakunya- dengan orang yang berdusta tentang cintanya kepada Allah. Bukti dari rasa Cinta terhadap Allah, yaitu mengikuti syariat nabi Saw. maka mencintai nabi saw adalah mutlak sebagai pertanda Kecintaan terhadap Allah.wallahu’alam